Jakarta, SinarUpdate.com – Setelah resmi tetapkan sebagai tersangka dalam kasus tuduhan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Roy Suryo bersama dua rekannya, Rismon Hasiholan Sianipar dan Tifauzia Tyassuma (Dr. Tifa), tidak menyerah pasif. Mereka mengambil langkah-langkah strategis untuk menghadapi proses hukum dan memperjuangkan apa yang mereka klaim sebagai “kebenaran ilmiah”.
Sikap Santai dan Tegar
Roy Suryo menyatakan bahwa penetapan tersangka adalah bagian dari proses hukum. Dalam pernyataannya di kawasan Bareskrim Polri, ia mengaku tetap tegar dan memilih untuk “senyum saja”. Menurut Roy, proses ini bukan hanya soal status hukum, tetapi juga pertarungan ilmiah:
“Ini adalah perjuangan … masyarakat yang bebas melakukan penelitian atas dokumen publik.”
Strategi Hukum dan Saksi Ahli
Untuk memperkuat pembelaan mereka, Roy Suryo cs mengajukan gelar perkara khusus di Mapolda Metro Jaya. Mereka menyiapkan sejumlah nama saksi ahli dari berbagai disiplin IT, linguistik, bahasa, hingga hukum pidana untuk membuktikan klaim mereka. Kuasa hukum mereka, Ahmad Khozinudin, mengatakan bahwa mereka akan menghadirkan 11 saksi pembela, pisah menjadi dua tahap: saat penyidikan dan saat persidangan.
Keyakinan Semakin Kuat
Menurut laporan media, keyakinan Roy Suryo cs bahwa ijazah Jokowi “99,9 persen palsu” justru semakin meningkat setelah menjadi tersangka. Mereka menganggap proses hukum ini bagian dari “kekejaman dan kriminalisasi” terhadap aktivitas penelitian dan kritik publik.
Pencekalan ke Luar Negeri
Meskipun tidak ditahan, gerak Roy Suryo cs semakin batasi. Polda Metro Jaya telah mengajukan pencekalan ke luar negeri terhadap para tersangka untuk mencegah potensi pelarian. Kuasa hukum menyatakan yakin klien-kliennya tetap tidak akan ditahan, dengan alasan bukti yang ajukan penyidik belum cukup relevan.
Tekanan Publik dan Permintaan Kepastian Hukum
Keputusan polisi menetapkan Roy Suryo cs sebagai tersangka mendapat perhatian publik luas. Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), contohnya, mendesak agar kasus ini proses dengan kepastian hukum dan tidak hanya menjadi arena narasi politik. Sementara itu, pelapor dalam kasus ini berharap agar Roy Suryo cs segera tahan, karena ancaman hukuman berat (termasuk pasal ITE) yang bisa mencapai 12 tahun.
Transparansi dan Publikasi Ijazah
Salah satu poin utama yang ajukan oleh Roy Suryo cs adalah agar keaslian ijazah Jokowi buka secara transparan. Melalui gelar perkara khusus, mereka mendesak agar dokumen asli dan hasil analisis sajikan di depan publik dan para ahli. Mereka menilai publik berhak tahu dan proses harus bersifat terbuka agar tuduhan “ijazah palsu” bisa uji dengan objektivitas ilmiah.
Perlawanan Roy Suryo cs pasca penetapan tersangka bukan sekadar bertahan di ranah hukum, tetapi juga satu langkah strategis untuk memperjuangkan kebenaran versi mereka. Dengan mengusung “perdebatan ilmiah”, menghadirkan saksi ahli, dan menuntut transparansi dokumen, mereka berupaya mengubah narasi dari kriminalisasi menjadi perjuangan penelitian. Kasus ini menjadi tajuk penting dalam perbincangan publik: apakah ini perselisihan politik dan akademis, atau bagian dari dinamika kebebasan berpendapat di Indonesia? Bagaimana pun, perjalanan kasus ini akan menjadi ujian penting bagi penegakan hukum dan kebebasan kritik di ruang publik.





